Blog - June 17, 2023

Memaknai Peringatan 100 Tahun Koentjaraningrat

Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai makhluk sosial (ditengah keluarganya). Makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sebagai individu, manusia dituntut untuk dapat mengenal serta memahami tanggung jawabnya bagi dirinya sendiri, masyarakat dan kepada Sang Pencipta.

Ilmu Tentang Manusia

Antropologi adalah ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau. Kata Antropologi sendiri berasal dari kata Yunani Anthrōpos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu.

Kata “antropologi” secara harfiah berarti “ilmu kemanusiaan”. Antropologi adalah studi ilmiah tentang asal usul manusia, bagaimana mereka telah berubah selama bertahun-tahun, dan bagaimana berhubungan satu sama lain, baik dalam budaya sendiri maupun dengan orang-orang dari budaya lain.

Dari segi inilah dapat dikatakan manusia tidak dapat hidup sendiri. Setiap individu pasti membutuhkan individu yang lain dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai upaya adaptasi dan pemanfaatan lingkungan. Macam-macam kebutuhan hidup antara lain: kebutuhan biologis, kebutuhan sosial manusia, dan kebutuhan psikologis.

Mengenal Lebih Dekat Sosok Koentjaraningrat

Pak Koen adalah sosok utama yang berjasa mendirikan dasar-dasar ilmu Antropologi di Indonesia, dari sinilah beliau mendapatkan gelar kehormatan sebagai Bapak Antropologi Indonesia. Sepanjang hidupnya Pak Koen dedikasikan untuk perkembangan Ilmu Antropologi, pendidikan Antropologi dan segala sudut pandang yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesukubangsaan di Indonesia.

100 Tahun Koentjaraningratkoleksi sketsa Koentjaraningrat

Prof.Dr. Koentjaraningrat yang akrab disapa sebagai Pak Koen, lahir di Yogyakarta pada tanggal 15 Juni tahun 1923, terlahir sebagai keturunan bangsawan maka Pak Koen diperbolehkan mengenyam pendidikan Dasarnya di sekolah yang saat itu hanya diperuntukan bagi anak-anak Belanda, yaitu di Europeesche Lagere School dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Atas sumbangsih dan pengabdiannya pada perkembangan ilmu Antropologi di Indonesia ini Pak Koen menerima berbagai penghargaan antara lain: Penghargaan ilmiah Doctor Honoris Causa dalam Ilmu-ilmu Sosial dari Rijksuniversiteit Utrecht, Negeri Belanda pada 1978 dan penerima Grand Prize dari 6th Fukuoka Asian Cultural Prizes pada 1955.

Kemudian di tahun 1968 Pak Koen juga menerima anugerah Satyalencana Dwidja Sistha dari Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia, pada tahun 1982 Satyalencana Dwidja Sistha dari Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.

100 Tahun Koentjaraningratlukisan karya Koentjaraningrat

Bapak Antropologi Indonesia

Pada perjalanannya Pak Koen merintis berdirinya 11 jurusan Antropologi di berbagai Universitas di Indonesia, aktif mengajar dan menulis banyak hal berkaitan dengan Kebudayaan dan Pembangunan di Indonesia sejak 1957 hingga 1999 yang dituangkan dalam 22 buku dan lebih dari 200 artikel di berbagai makalah ilmiah dan suratkabar di Indonesia maupun mancanegara.

Pak Koen menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jurusan Bahasa Indonesia pada tahun 1953, kemudian meraih gelar Master of Arts di bidang Antropologi, dari Yale University pada 1956 dan meraih gelar Doktor Antropologi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1958.

100 Tahun Koentjaraningratkoleksi perangko Koentjaraningrat

Setelah berhasil mengembangkan ilmu antropologi di seluruh Indonesia, Pak Koen yang nama lengkap dengan gelar kebangsawanannya adalah KPH Prof DR Koentjaraningrat, pada hari Selasa 23 Maret 1999 Antropolog Pertama Indonesia ini tutup usia karena penyakit stroke.

Peringatan 100 tahun Koentjaraningrat

Puncak peringatan 100 tahun Koentjaraningrat, in memoriam Pak Koen pada 15 Juni 2023 yang bertempat di Bentara Budaya Jakarta, dipersembahkan pagelaran Wayang Orang dengan lakon Gatot Kaca Dapat Beasiswa atau “Gatutkaca Kinormatan” dari sanggar Suko Reno Sekaring Budhaya yang disutradarai oleh Ibu Surip Handayani menampilkan 16 penari dan 13 Tim Karawitan.

Peringatan 100 Tahun Koentjaraningrat

Lakon ini menceritakan perjalanan hidup Raden Gatutkaca yang penuh perjuangan dan dedikasi kepada bangsa dan negaranya melalui jalur pendidikan sosial dan budaya. Diawali dengan kelahiran jabang tetuko (sebutan lain Raden Gatutkaca) dari sepasang orang tua yang penuh cinta kasih.

Kelahiran jabang bayi disambut oleh Dewa yang turun dari kahyangan karena melihat potensi jabang bayi tersebut adalah seorang anak yang sakti. Dengan perintah Dewa, jabang bayi tersebut dimasukkan kedalam Kawah Candradimuka hingga dalam sekejap jabang bayi membesar dan kuat lalu diutus menumpas angkara murka yang mengganggu ketenangan Kahyangan.

Jabang Bayi lalu diberi nama Raden Gatutkaca, bocah sakti tersebut mampu menumpas para raksasa hingga mendapatkan anugerah dari Raja Dewa, diberikan kekuasaan menjadi Raja Kahyangan lamanya 3 tahun.

Namun tidak hanya itu, Raden Gatutkaca disarankan untuk lebih memperdalam ilmu dan memperkaya kekuatan dengan berguru pada Anoman (penggambaran 4 warna sifat watak manusia) sehingga berhasil mendapatkan beasiswa dari AMINEF/FULBR.

Terimakasih Prof.Dr. Koentjaraningrat

Berkat banyaknya jasa yang telah dilakukan oleh Koentjaraningrat maka perayaan 100 tahun kelahiran ini dilakukan, yang telah berjasa mendirikan dasar-dasar ilmu Antropologi di Indonesia, dari sinilah beliau mendapatkan gelar kehormatan sebagai Bapak Antropologi Indonesia serta menjadi sosok yang luar biasa sehingga menjadi antropolog pertama dan Bapak Antropologi Indonesia.

Leave a comments

error: Content is protected !!